Peristiwa G30S/PKI meninggalkan kisah kelam bagi sejarah Indonesia. Keinginan mewujudkan negeri komunis tak ubahnya seperti singa lapar di tengah sabana, menghabisi siapapun dan tak kenal ampun selama ia tak sejalan dengan mereka.
Sukitman menurut lalu kedua tangannya diikat kemudian diseret ke dalam truk dengan mata tertutup dibawa ke Lubang Buaya, tempat para jenderal direnggut nyawanya. Sukitman hanya memohon pertolongan dari Yang Maha Kuasa sebab memohon pertolongan dari yang lain sudah tak mungkin.
Sebelum membaca tulisan ini mari kita kirim doa untuk mereka para pahlawan revolusi serta uyut buyut kita yang dibantai dengan tak berperikemanusiaan oleh para PKI.
Tulisan ini penulis ambil dari referensi buku Banjir Darah, artikel terkait, dan rekaman wawancara saksi yang ada di youtube. Terlepas dari kontroversi yang beredar, penulis hanya ingin menyampaikan kisah dari salah satu judul bab dalam buku Banjir Darah.
Sebenarnya, buku Banjir Darah ini tidak hanya menjelaskan mengenai tragedi 30 September 1965 saja, melainkan deretan peristiwa pemberontakan PKI pada 1926-1968. Bahkan memang lebih terfokus pada pemberontakan sebelum '65 ini. Bila teman-teman ingin lebih tahu mengenai pemberontakan sebelum Gestapu, terutama PKI Madiun, penulis sarankan buku ini untuk dibaca.
PKI melakukan pembantaian, penyembelihan, teror, dan bentuk kekejaman lainnya pada para ulama, kiyai, santri, dan mereka yang tak sejalan dengan orang-orang PKI itu.
Tragedi Enam Bintang Dalam Satu Lubang
Dalam tulisan ini penulis ingin mengambil salah satu bagian dari buku yaitu,
Tragedi Enam Bintang Dalam Satu Lubang
(Kesaksian Sukitman)
Ketika saya membaca chapter ini rasanya tak bisa membayangkan bagaimana bila ada di posisi Pak Sukitman. Seorang polisi yang amat pemberani asal Pelabuhan Ratu, Sukabumi ini. Mari kita ingat kembali kisahnya.
![]() |
Sukitman |
01 Oktober 1965, MALAM HARI
Malam itu Sukitman menjalankan tugas patroli di Kebayoran Baru yang berlokasi di Wisma AURI Jl. Iskandarsyah, Jakarta, bersama kawannya Sutarso. Tiba-tiba terdengar serentetan tembakan. Sebagai polisi, ia bergegas menuju arah suara menggunakan sepeda. Dalam wawancaranya ia mengatakan bahwa saat itu polisi menggunakan sepeda dalam patrolinya bahkan terkadang jalan kaki saja.
![]() |
(Sumber) |
Sukitman menurut lalu kedua tangannya diikat kemudian diseret ke dalam truk dengan mata tertutup dibawa ke Lubang Buaya, tempat para jenderal direnggut nyawanya. Sukitman hanya memohon pertolongan dari Yang Maha Kuasa sebab memohon pertolongan dari yang lain sudah tak mungkin.
Dalam keadaan dijaga, Sukitman melihat ada kerumunan seperti pramuka yang sedang membuat api unggun. Ia menyaksikan langsung kesadisan para PKI yang terdiri dari Gerwani dan Pemuda Rakyat. Enam jenderal dan satu perwira menengah pertama yakni Pierre Tendean ditusuk, ditendang, disiksa, dan diseret ke dalam sebuah lubang dengan posisi kepala yang dimasukkan terlebih dahulu lalu disusul oleh rentetan tembakan sambil berteriak : Ganyang Kabir! (Kapitalis Birokrat).
Kekejian PKI juga telah dibuktikan pada pembantaian dan penyerangannya ke kota-kota. Tidak peduli beribu-ribu bahkan beratus-ratus juta nyawa manusia yang harus mati. Yang terpenting adalah KOMUNIS JAYA! KOMUNIS BANGKIT! NEGARA MILIK KOMUNIS! atau jikalau mau DUNIA MILIK KOMUNIS!
Siapa yang tidak ngeri melihat kesadisan PKI secara langsung? Membayangkannya pun membuat perut tak enak.
Dedaunan dan Sampah Kering Sebagai Penghilang Jejak
Setelah merasa puas telah membantai, PKI menutup lubang tersebut dengan tanah, dedaunan, dan sampah kering. Sebuah usaha yang amat keras, bukan?
Awalnya Sukitman memang akan dibunuh. Pasukan PKI melihat Sukitman lalu berkata, “Tidak boleh ini, orang tidak apa-apa," ucap pasukan Cakrabirawa.
“Kamu tidak usah takut. Kita sama-sama prajurit. Beli kaus singlet pun kita sudah tidak bisa. Sementara para jenderal yang menamakan diri Dewan Jenderal, jam dinding di rumahnya saja terbuat dari emas dan mereka akan membunuh Presiden pada tanggal 5 Oktober. Kamu ‘kan tahu Cakrabirawa tugasnya adalah sebagai pengawal dan penjaga Presiden."
Sukitman lalu diperintah naik jip bersama iring-iringan pasukan PKI. Pada satu hari dimana dirinya kelelahan setelah ikut diculik oleh para PKI, Sukitman tertidur di bawah kolong truk.
Pasukan pemerintah menemukan Sukitman. Setelah diselamatkan, Sukitman dibawa menghadap Komandan RPKAD, Kolonel Sarwo Edi Wibowo untuk dimintai keterangannya. Kehadirannya sebagai saksi penyiksaan yang dilakukan PKI amat berjasa.
Sukitman bercerita panjang lebar mengenai tragedi kelam yang ia saksikan secara langsung.
"Kamu ikut dengan pasukan RPKAD yang akan melakukan pencarian. Kamu petunjuk jalannya!"
Rasa bangga menjalari dadanya. Tugas besar ini diamanahkan Tuhan kepadanya sebagai polisi di usia yang masih amat muda.
Sukitman bersama pasukan RPKAD bergegas menuju Lubang Buaya.
Dalam buku Banjir Darah, keadaan Lubang Buaya yang sebelumnya ramai menjadi markas PKI dalam latihan militer itu sangat sepi. Suasana amat mencekam. Membuat bulu kuduk berdiri. Pasukan banyak menemukan alat-alat yang digunakan PKI untuk latihan militer berserakan di mana-mana. Ceceran darah yang mengering menjadi saksi kekejaman PKI.
"Ini Sumurnya, Pak!" Kata Sukitman.
Sukitman yakin bahwa itulah sumur yang ia lihat sebagai tempat para korban dikuburkan. Pasukan pun melakukan penggalian yang cukup memakan waktu lama karena sempitnya sumur yang hanya bergaris tengah 75 cm dan ditimbun sampah-sampah kering. Di bagian bawahnya terdapat timbunan tanah kemudian di bawahnya lagi ada timbunan daun singkong dan dedaunan lain.
04 Oktober 1965
Pagi itu enam jenazah perwira tinggi dan seorang perwira pertama diangkat keluar dari lubang sumur. Tubuh yang sudah mulai membusuk ditambah posisi kaki jenazah berada di atas, membuat rasa haru dan geram bercampur jadi satu, mengingat bahwa tujuh orang yang disiksa ini adalah mereka yang telah mengabdikan diri pada bangsa dan negara.
Pangkostrad Mayjen Soeharto yang didampingi oleh Direktur Peralatan AD, Direktur Polisi Militer AD, Direktur Zeni, Kepala Penerangan AB dan sejumlah wartawan menyaksikan langsung peristiwa yang menyayat hati tersebut.
Jenazah para pahlawan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Atas jasanya, Sukitman mendapatkan kenaikan pangkat dari AKP (Ajun Komisaris Polisi) menjadi AKBP (Ajun Komisaris Besar Polisi). Mari kirim doa untuk beliau yang telah mendahului kita semua sebagai orang yang berjasa dalam peristiwa kelam ini.
Sungguh hati ini teriris-iris membaca kisah kekejaman PKI yang telah membantai ribuan umat manusia itu. Bahkan, mereka berani membantai para putera bangsa demi melancarkan keinginan mereka.
Kisah ini adalah salah satu kisah dalam buku dengan tebal 415 halaman. Buku yang berjudul Banjir Darah, Kisah Nyata Aksi PKI terhadap Kiai, Santri, dan Kaum Muslimin menceritakan rentetan kisah keji PKI pada 1926-1968. Buku ini menurut saya sangat tidak membosankan karena penulis menggunakan gaya bahasa bercerita (story telling). Bahkan, sering sekali membuat saya bergidik ngeri dan terbayang-bayang.
Buku ini didukung dengan wawancara 30 saksi hidup yang terdiri dari korban, kerabat, dan keluarga korban keganasan PKI.
Pada cetakan pertama, buku ini banjir pesanan dan ludes dalam beberapa jam :'D
Saya amat berharap teman-teman membaca buku ini juga sebagai bentuk kesadaran kita akan bahaya sebuah ideologi yang tak akan pernah boleh berdiri di negeri tercinta ini.
Buku ini telah dibaca oleh para tokoh besar seperti Taufiq Ismail (Sastrawan), Habiburrahman El Shirazy (Sastrawan), K.H. Hasan Abdullah Sahal (Pimpinan Pondok Modern Gontor), dan K.H. Muhyiddin Junaidi (Wakil Ketua Umum MUI).
Jika teman-teman hendak membeli, silakan klik ini: Beli buku Banjir Darah (shopee) atau klik https://shp.ee/ykvwai7
Semoga tulisan ini bisa menjadi manfaat dan menyadarkan kita semua bahwa komunis pernah ingin berdiri di tanah air Indonesia. Mari kita jadikan kisah ini sebagai pembelajaran.
#JASMERAH
Sumber:
Buku Banjir Darah karya Anab Afifi & Thowaf Zuharon
Wawancara Sukitman (Youtube)
https://m.liputan6.com/news/read/4367612/sukitman-polisi-saksi-mata-tragedi-pembantaian-di-lubang-buaya
https://tirto.id/soekitman-polisi-asal-sukabumi-saksi-pembantaian-di-lubang-buaya-eif4
Baca juga:
Komentar