Bagi sebagian orang kata “Jangan menyerah, lihat positifnya
aja” malah bikin dia merasa tertekan karena dia berusaha menyingkirkan perasaan
negatif atau berusaha agar selalu terlihat bahagia di lingkungannya.
Terus, salah dong kita
bilang?
Yuk, pahami baik-baik!
Pada 11 Februari 2019 lalu, dr. Jiemi Ardian, seorang residen
psikiatri di RS Muwardi Solo, mengunggah pesan di
akun Instagramnya tentang toxic
positivity. Dalam unggahan tersebut, ia mendikotomi antara
ekspresi-ekspresi empati dan ucapan yang mengandung toxic positivity.
Istilah yang terakhir disebutkan ini merupakan istilah populer yang mengacu pada situasi ketika seseorang secara terus menerus mendorong kenalannya yang sedang tertimpa kemalangan untuk melihat sisi baik dari kehidupan, tanpa pertimbangan akan pengalaman yang dirasakan kenalannya itu atau tanpa memberi kesempatan kenalannya untuk meluapkan perasaannya.
Istilah yang terakhir disebutkan ini merupakan istilah populer yang mengacu pada situasi ketika seseorang secara terus menerus mendorong kenalannya yang sedang tertimpa kemalangan untuk melihat sisi baik dari kehidupan, tanpa pertimbangan akan pengalaman yang dirasakan kenalannya itu atau tanpa memberi kesempatan kenalannya untuk meluapkan perasaannya.
Sumber: tirto.id
Saat ada temen yang cerita atau curhat tentang masalahnya
mungkin kita pernah langsung mengatakan “Sabar, be positive” tanpa kita
mempersilakan dia untuk meluapkan emosinya. Seakan-akan kita mengabaikan
perasaannya karena bukan kita yang mengalaminya.
Padahal...
Nggak semua orang maunya cuma disemangati dan dicekoki dengan
dorongan berpikir positif. Kadang dia hanya ingin didengarkan dan dipahami
perasaan sedihnya.
Setiap emosi punya pesan. Marah, kesal, jijik, kecewa,
bahagia. Kalau semua emosi itu disangkal untuk terus berusaha terlihat bahagia,
yang ada emosi itu akan menumpuk yang bisa menimbulkan stress.
Kita sadar bukan banyak orang yang melakukan bunuh diri?
Karena mereka merasa bahwa dirinya lemah dan tidak berhak lagi ada di dunia.
- Kita mengabaikan perasaan yang sedang dirasakan karena kita rasa itu tidak penting.
-
Tidak berusaha mendengarkan dengan tulus.
-
Tidak membiarkan orang menceritakan apa yang
dia rasakan.
-
Berkata bahwa masalah kita lebih berat
dibanding masalahnya.
-
Ketika orang bercerita kita malah menceritakan
pengalaman kita sendiri.
-
Emosi yang selalu dipendam dan menyebabkan
stress.
-
Menyembunyikan diri karena tidak ingin terlihat
sedang ada masalah.
-
Merasa selalu bisa sendiri dalam menghadapi
masalah karena tidak ada yang bisa memahami.
-
Merasa rendah diri dan lemah karena dianggap
kurang bersyukur dan tidak bahagia.
-
Mendengarkan dahulu hal yang membuat dia begitu
sedih agar tidak terburu-buru menasihatinya untuk segera memaafkan masalahnya.
-
Tidak memaksakan untuk selalu terlihat bahagia
karena kita adalah manusia yang pasti memiliki emosi.
-
Menyarankan bahwa melepaskan emosi negatif
dengan hal-hal yang bermanfaat, seperti menulis.
Jadi, nggak semua kata-kata semangat itu ampuh
untuk menyemangati teman kita yang sedang bersedih loh!
Karena setiap orang berbeda-beda dalam
menanggapi masalahnya. Apalagi bagi orang yang mengalami “Toxic positivity.”
Tapi, tugas kita sebagai manusia untuk bisa
memahami, menghormati, dan menjaga perasaan orang lain. Tugas kita juga untuk
berusaha menyalurkan emosi negatif itu ke hal-hal yang bermanfaat sekaligus
membuat kita semangat dan baik kembali.
Lewat tulisan ini, penulis juga memohon maaf
karena mungkin pernah melakukan😴
Saling mengingatkan karena manusia adalah
tempatnya lupa.
Baca juga:
Komentar